Rabu, 24 April 2013

Interview with Hengki Koentjoro


hey ho, ada cuplikan interview bareng om Hengki Koentjoro
mau tau? simak ya :)


Hengki Koentjoro#1 Please introduce yourself
My name is Hengki Koentjoro, a fine art photographer base in Jakarta, Indonesia. I graduated from Brooks Institute of Photography in 1991 majoring in Film/video production and minor in Black and White photography. At the moment I’m working as a video cameraman for a production house in Jakarta and we do mostly corporate profile and TV commercials. For now photography is mainly a serious hobby during spare time.






#2 How did you get interested in photography?

Hengki KoentjoroMy parents gave me a Kodak pocket camera for a birthday present. The loves of capturing moments in the family as well as the ability to freeze moments were the starting point of my love affair with photography. Letter on the work of Ansel Adam really set my eyes on Black and White photography. His ability to control the tonality to create moods and atmosphere captivated me and the passion starts from there and never look back.



#3 Do you have an artistic/photographic background?
Not at all, photography has always been the tool of expression.

#4 Which artist/photographer inspired your art?
Ansel Adam and Michael Kenna.

Hengki Koentjoro#5 How much preparation do you put into taking a photograph? Are you planning every step or is it always spontaneous?

Almost everything is spontaneous because I love to get lost in a place and explore the beauty of the nature that is full mystery and the unexpected; it’s always fresh. I never go for high expectation, just take whatever nature has to over and most of the time she hardly disappoint.










#6 What fascinates you in places that you shoot?

Hengki KoentjoroThe love of the ocean is the main drive to express one self. The calm and the vast area is the inspiration and at the same time a place to replenish your mind. I’m lucky to live in Indonesia because she is dubbed as the biggest archipelago nation on earth with more than 13,000 islands. We also have many highlands and active volcanoes spreading over 3275 miles from East to West. This abode of the god is also known for it’s mysterious mist and fog that accentuate the thick feeling of mysticism.







Hengki Koentjoro#7 We can see your photographs mainly in black and white, why have you chosen to present them in this form?

The ability to play around with tones and create an atmospheric photograph is the reason to choose monochrome. It is more pliable therefore more freedom in expressing your idea. With the Zone System by Ansel Adam, you are in practice of seeing thing around you in monochrome or learning to see in black and white. This will help a lot in choosing your proper subject matter and forecasting how it’ll look letter on postproduction.


#8 Could you please tell us something about your technique and creating process?
Now I mainly shoot with DSLR camera. For the ocean I normally use the long exposure technique with double ND filters of 18 stops to allow shooting on the broad daylight for more than 5 minutes. Post processing is done digitally to convert to black and white. And the software of choice is Adobe Lightroom. For printing, Hahnemuhle Rag Baryta paper is the favorite specially when paired with HP printer.

#9 Could you tell our readers how to reach such excellent results in photography?

Hengki KoentjoroEnjoy life. Be thankful that you got passion to express your self. Relax and don’t push to hard. Just don’t stop, sooner or letter it will come to you and be ready to embrace it.


#10 What do you do in your life besides photography?

To do nothing at all and stay home with family.

#11 What future plans do you have? What projects would you like to accomplish?

Keep on shooting and hopefully finding your trademark along the way.



Hengki Koentjoro Official Website:

Biografi Fotografer FINE ART #2

HENGKI KOENTJORO


halo, aku mau memperkenalkan seseorang nih buat kamu..
om Hengki adalah seorang Fotografer Fine Art #kalogaksalah* Beliau lahir di Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, tanggal 24 Maret 1963. om Hengki Koentjoro lulusan Institut Brooks Fotografi, Santa Barbara, California, dengan mengambil jurusan produksi videografi dan mempelajari seni fotografi.


om Hengki kembali ke Indonesia untuk menjadi videografer freelance / penyunting, yang mengkhususkan diri dalam dokumenter alam dan profil perusahaan, dan kini tinggal di Jakarta bersama istrinya Lana dan tiga anaknya. om Hengki memepunyai kerja sambilan dalam praktek fotografi seni hitam dan putih, yang ia percaya sebagai tujuan perjalanan kehidupan berekspresi.

Do you want look his portfolio? Klik :


Biografi Fotografer FINE ART #1

NICO DHARMAJUNGEN


halo, ini om Nico Dharmajungen.
Beliau adalah seorang fotografer, simak yuk biografinya

Saya lahir pada tahun 1948 di Jakarta, Indonesia, tapi tinggal di Jerman Barat sejak 1967.
Saya belajar seni fotografi dari Peter Busch pada tahun 1969-1970 dan belajar di sekolah foto Hamburger selama satu tahun yakni pada tahun 1970-1971.
Dari 1971-1977 saya melanjutkan pendidikan di bidang seni rupa dan desain komunikasi visual di Schule Rolf Laute dan Hochschule fur bildende Kunste di Hamburg.
Dari 1976-1980 saya menjadi asisten Fotografer Alan Ginsburg.
Karier saya sebagai fotografer lepas pada tahun 1981.
Karya saya tentang besi tua telah dipamerkan di galeri Olympus di Hamburg, berjudul "Langit dan Bumi" pada tahun 1989. Pada tahun yang sama, saya bekerja kemudian memperoleh hadiah khusus sebagai apresiasi fotografi yang disponsori oleh pusat informasi industri baja di Dusseldorf, Jerman.
Saya kembali ke Indonesia pada tahun 1992 dan membuka "Day & Nite" Studio bekerjasama dengan biro iklan Hitam Putih.
Pada tahun 1995 saya mendirikan "Nico Photography".

Solo Exhibition 
1989 "Heaven and Earth" Olympus Gallery Hamburg Germany
1995 "Arkeologi abad mesin" Antara Gallery Jakarta
1998 "Isee, I feel, never die" Cahya Gallery Jakarta
Collective wxhibition :
1998 "Work of art" Triadi P'art, Hotel Mandarin Jakarta
2000 "Living with art" I-Print, Cahya Gallery Jakarta
2002 "In-Contro" Instituto Italiano di Cultura Jakarta
2002 "Third Eye" Duta Fine Art Gallery Jakarta
2002 "Collages of Images" Oktagon Gallery Jakarta
2002 "Untitled" QB Bookstore Jakarta


Group exhibitions:

2002 – Collages of Images, Oktagon Gallery, Jakarta; Third Eye, Duta Fine Art Gallery, Jakarta
2004 – Move and Still, Four Seasons Hotel, Jakarta
2005 – The Loved Ones, Alila Hotel, Jakarta; On Photography, Lontar Gallery, Jakarta.

Address :
Komp. AL, Jl.Teluk Bayur No. A9, Pasar Minggu, Jakarta 12520
021-780 7442, 0816-130 5404

you look his portfolio : klik

Selasa, 23 April 2013

TEKNIK FOTOGRAFI #4

Ini teknik fotografi yang terakhir yang bakal aku share buat kamu kamu nih..

4. ZOOMING

Teknik ini akan menimbulkan kesan background yang menunjukkan pada objek. Mata orang yang melihat secara psikologis akan menuju langsung pada objek.

Untuk menghasilkan foto dengan efek ini, diperlukan lensa yang bisa diatur jaraknya. Tidak bisa menggunakan lensa fix yang jaraknya sangat teramat paten. Interval jarak zoom yang lebih panjang akan menghasilkan efek zooming yang lebih baik.

Caranya : lakukan focusing pada objek, arahkan fokus pada titik dimana lensa akan berhenti diputar. Setelah itu, kunci focusing yang sudah kamu dapatkan. Selanjutnya putar zoom lensa ke arah yang diinginkan (zoom out atau zoom in) perbedaan putaran akan menghasilkan efek yang berbeda. Jangan lupa shutter speed yang tidak terlalu tinggi, untuk hasil yang lebih maksimal gunakan tripod/monopod.

zooming [dok.pribadi]

sumber : Buku Rangga Aditiawan - Mahir Fotografi untuk Hobi dan Bisnis

TEKNIK FOTOGRAFI #3

3. PANNING

Jika blurring membuat buram objek, maka panning membuat buram background. Teknik ini adalah kebalikan dari blurring. Panning akan menimbulkan kesan objek bergerak begitu cepat. teknik ini biasanya dipakai pada objek yang bergerak cepat.

mau tau caranya?

Lakukan pemfokusan terhadap objek, kira-kiralah kecepatannya, shutter speed rendah daripada gerakan objek. Setelah benar-benar fokus dan sesuai, maka tekan tombol rana sembari gerakan kamera mengikuti arah objek. Perlu kehati-hatian dan prehitungan yang matang, karena salah-salah objek yang akan ditegaskan akan menjadi blur. Kunci titik fokus pada objek yang akan dibidik.

[dok.pribadi]


sumber : Buku Rangga Aditiawan - Mahir Fotografi untuk Hobi dan Bisnis

TEKNIK FOTOGRAFI #2

ini dia teknik ke duanya, selamat membaca :)

2. FREEZING

Fotografi merupakan salah satu alat untuk merekam peristiwa. Namun, ketika menggunakan teknik ini, waktu terasa benar benar dihentikan pada selembar foto. Gerakan yang cepat dari objek dihentikan melalui rana.

teknik seperti ini baiknya digunakan pada objek yang bergerak cepat. Selain akan terlihat ekspresif, kesan pembekuan akan lebih kental terasanya. Gerakan seperti melompat, berlari, meninju, menendang adalah hal yang lazim untuk dibekukan. Dengan teknik freezing, objek akan terlihat lebih ekspresif.

Cara mendapatkan foto dengan teknik Frezzing adalah fokus pada shutter speed. Pasanglah shuter speed tinggi, usahakan gerakan si objek tidak lebih cepat daripada shutter speed yang sudah di atur. Tipsnya, carilah pencahayaan yang paling baik. Selamat mencoba guys :)

[dok.pribadi]

sumber : Buku Rangga Aditiawan - Mahir Fotografi untuk Hobi dan Bisnis

TEKNIK FOTOGRAFI #1

Halo bloggest :) malem ini aku mau share tentang teknik teknik fotografi lho, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam teknik fotografi. simak ya..


Membuat sebuah foto bukan hal mudah. Perlu kejelian dan imajinasi kuat. Setiap inchi pada frame sangatlah berharga. Jadi pertimbangkan dengan baik apa yang akan dibuat dalam frame. Dalam fotografi ada beberapa teknik yang bisa dipakai fotografer untuk mempercantik gambarnya. Semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan lho. Sebuah foto pada dasarnya dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu foreground dan background. Foreground adalah bagian utama pada suatu foto. Sedangkan background adalah latar yang berada paling belakang dalam komposisi foto. Teknik pertama yang bakal kita ulas itu teknik BLURRING

1. BLURRING
Blur bukan berarti tidak jelas secara keseluruhan. Ada beberapa bagian foto yang ditegaskan, ada juga beberapa bagian foto yang dikaburkan. Untuk menciptakan teknik ini mempertegas fokus pada objek harus diperhatikan. Cara menghasilkan foto dengan teknik blurring adalah dengan menggunakan shuter speed yang rendah. Objek yang akan dibuat menjadi blur harus bergerak lebih cepat dari shuter speed. Pertama - tama atur terlebih dahulu diafragma sesuai kebutuhan, berlanjut pada shuter speed, titik fokus harus berada di background foto, jangan biarkan kamera bergerak, memakai tripod akan lebih baik. a. Membuat blur objek jika kamu ingin menghasilkan foto dengan teknik blurring, usahakan terlebih dahulu mengukur gerak objek. Simple-nya, kunci saja shutter speed di angka yang kira-kira cukup untuk membuat objek terlihat kabur. Untuk masalah pencahayaan, kamu bisa mengutak-atik bukaan diafragma.

 [dok.pribadi]

b. Membuat blur background Selain menggunakan lensa dalam posisi focusing manual merupakan salah satu cara terbaik. Semakin jauh jarak objek dan background, maka akan terlihat blur. Background yang blur dipengaruhi oleh ukuran lensa dan bukaan diafragma. Semakin zoom lensa, background semakin blur. Begitu pula jika ruang ketajaman dari diafragma diubah, maka background akan terlihat blur

  [dok.pribadi]

teknik kedua dilanjut di postingan berikutnya ya guys, wait new post from me :)

sumber : Buku Rangga Aditiawan - Mahir Fotografi untuk Hobi dan Bisnis

Rabu, 17 April 2013

PHOTOGRAPHIC ART = PHOTO ART = FOTO SENI

Baca: Fine Art, adalah Seni Murni, yang datang dari: Fotografi, atau, Seni ini (yang dibicarakan) adalah ‘sebuah: subyek’ yang muncul dari dalam Fotografi itu sendiri. Dan sesuai dengan urutan penyebutan bahasanya, saya lebih menegaskan kepada pemakaian kata: ‘Fotografi’ terlebih dulu, dan kemudian kata ‘Seni’ akan mengikutinya. Dan saya akan menuliskannya: ‘Fotografi Seni’ (Photographic Art), terlebih dulu -lengkap, tanpa harus menguranginya menjadi: ‘Foto Seni’, karena pada beberapa pemahamannya, akan berbeda, antara Fotografi dan Foto itu sendiri, -walau dipergunakan untuk pengertian yang saling mewakili. Penulisan menjadi: Foto Seni, akan menjadi peringkat kedua dalam penggunaannya, -untuk pemahaman yang sudah melampaui definisi fotografi itu sendiri. Fine Art (of) Photography, merupakan pencapaian ‘Realitas Murni’ yang obyektif. Bahkan, ke-obyektifitas-an dalam fotografi dari awal kelahirannnya, hanya dipahami secara obyektifitas dari keteknisan proyeksinya saja.
Pemakaian kata ‘Foto’, pada dasarnya lebih identik dengan: hasil fotografi (photograph) -dalam kajian bahasa Indonesia, sedangkan Fotografi, adalah keilmuan dan studi secara keseluruhan. Fotografi merupakan keilmuan teknis proyeksi optik yang sangat ketat. Sejak dari awal dan dasar dari penemuan Fotografi, bahkan tidak mengenal dengan apa yang disebut: Seni. Apalagi ketika dikaitkan dengan apa yang didefinisikan sebagai Seni Rupa. Itu terjadi setelahnya dan nanti, ketika kita menguasai dasar fotografinya terlebih dulu, dan jangan coba-coba mencari jalan pintasnya, karena penggalan sistem dalam fotografi akan banyak yang hilang dan menjadi kabur. 
Fotografi, identik dengan teknologi yang terkait dengan optik dan energi, -sesuatu yang nyata dan ke-benda-an (dalam konsepsi: visible light). Namun, dalam proses perkembangan dan hasil visualnya, fotografi mempunyai pengaruh yang luar biasa, mencakup hal eksistensi kepada hasilnya. Ketika pada tahap ini, yang kemudian dibicarakan adalah tentang subyektifitas apresiasi di banyak arah dan komunikasi (Vision). Fotografi adalah teknis pencapain visual (yang obyektif) dan proyeksi selanjutnya akan meliputi ke-subyektif-an visual itu sendiri. Dalam rumus matematika-fisika, proyeksi fotografi akan mencapai kepada satu titik pembahasan tentang ‘energi’ dari ‘invible light‘. Rumus berkesinambungan bolak-balik, dari visible light hingga kepada invisible light (electromagnetic). Apresiasi atau pun Ekpresi, adalah energi dari invisible light itu sendiri. 

Bila Fotografi adalah Fotografi, definisi keilmuannya lebih lanjut akan lebih mudah dipahami. Bahkan ‘penambahan’ kata ‘Art‘ atau ‘Fine Art‘ juga tidak terlalu banyak dibicarakan, karena disitu sudah berisi akan ‘kepentingan’ – yang lain. Fotografi adalah visual dari rumus energi dan optik, dan hal yang jarang dibicarakan adalah: energi verbal (teori: Vision). Verbal adalah proyeksi energi visi dalam perhitungan ‘cahaya hitam’ (invisibe light), dan Visual adalah proyeksi energi optik dari ‘cahaya putih’ (visible light). (Lihat dalam penulisan sebelumnya)

Bila berbicara ‘seni’ dalam definisi ‘fine-art‘ di fotografi, mungkin sejuta apresiasi bisa dimunculkan, secara subyektif, dan tidak akan pernah selesai. Namun, bila dikaji bahwa fine-art dalam fotografi adalah ‘seni’, yang muncul dari dalam (isi), dan dasar dari hasil fotografi secara obyektif, akan lebih mudah dipahami. Bahkan seni yang muncul dari dalam fotografi, tidaklah rumit. Seni dalam fotografi sangat terukur dan bisa didefinisikan. Tidak ada yang perlu ‘disembunyikan’, namun keunikan isi dalam fotografi menjadi sebuah ‘teka-teki’ yang harus dimunculkan dan diulas lebih dalam. Apresiasi dan Ekspresi menjadi urutan kedua, ketiga, dan seterusnya, bahkan menjadi tidak penting pada proses awal. Apresiasi dan Ekspresi, yang subyektif, tidak muncul dari luar isi dan hasil fotografi itu sendiri, karena fotografi adalah studi dan hasil yang realitis dalam teknis yang ketat. 

“Apa yang dilihat dan apa yang akan dihasilkan” -dalam sebuah proses fotografi, ini adalah benar-benar definisi kunci. Bahkan, kita bisa membuat banyak definisi lanjutan tanpa harus ‘meminjam’ definisi kata seni yang lain (yang sudah terlebih dulu eksis). Demikian juga nantinya, fotografi akan mempunyai semakin banyak definisi seni miliknya sendiri. Fotografi berbicara tentang realitas yang terjadi, dan kemudian terproyeksi secara alami, hingga mampu mengeluarkan ke-obyektifitas-annya sendiri, bahkan lebih kuat dari realitas itu sendiri, inilah yang akan mempengaruhi visi kita. Bahkan bisa saja terjadi, kuatnya realitas fotografi, bisa hingga lebih kuat dari realitasnya sendiri, menjadi sesuatu yang seakan tidak bisa dijelaskan dan diartikan, -ini yang rancu dan keliru. Fotografi terletak dalam wadah realitas, bukan wadah imajinatif.

Lebih gamblang lagi, yang dimaksud ‘fine art‘ dalam fotografi tersebut, sebaiknya jangan didefinisikan sebagai Seni Rupa (Seni Lukis), namun, pemahamannya lebih tepat kepada: Seni Murni (Orisinalitas yang muncul dari: Fotografi) -saja, yang berarti membicarakan kemurnian dan ke-orisinalitas-an dari keilmuan fotografi itu sendiri. Namun, hingga kini, pemakaian ‘fine art photography‘ dalam kajian ‘imbas’ seni rupa masih dipergunakan. Mungkin masih available, namun perlu dipahami saja bahwa definisinya tidak sama bila Fotografi Seni, diterjemahkan dalam definis keilmuan Seni Rupa. Fine Art dalam fotografi, berarti dasar pencapaian kemurnian akan penguasaan teknis, dan kemudian mendefinisikan serta menyampaikannya secara detil, tentang apa yang ada dalam isi hasil fotografi tersebut. 

Realitas Murni (Photography) tersebut, adalah proyeksi visual optik, merupakan definisi dari ‘cara melihat’, sedangkan proyeksi selanjutnya adalah terletak pada pemahaman ‘cara memandang’ yang didefiniskan sebagai Realitas Alternatif. Dan ‘keterlibatan’ atas Ekspresi, Apresiasi, dan Interpretasi, merupakan imbas dari proyeksi Realitas Murni. Kedua faktor berkesinambungan tersebut, adalah rangkaian proyeksi yang normal, dan wajar. Tugas seorang seniman fotografi (fotografer) harus mampu membuat ‘benteng’ definisinya sendiri, bagaimana membuat hasil karyanya tetap berada dalam wilayah fotografi murni, yang tidak keluar dari jalur keilmuan, tidak menambahkan elemen lain selain faktor cahaya, melebih-lebihkan teknis, dan membuat manipulasinya, dengan faktor dan aspek diluar keilmuan dasar proyeksi dari fotografi.
Pada satu titik pembicaraan yang jarang ditampilkan terbuka adalah: Statement atau penyampaian maksud, dari fotografer / seniman fotografi atas karyanya sendiri. Mereka jarang mengemukakan ide, maksud, dan tujuannya atas karya fotografinya sendiri. Hal sederhana yang seharusnya dilakukan adalah menuliskannya, lewat judul, isi besar, atau deskripsinya. Tanpa adanya statement fotografi tersebut, hasilnya bisa menimbulkan ‘depresi ekspresif’ / ‘depresi apresiatif’ kepada dirinya sendiri atau orang lain, sehingga bisa keliru penafsirannya. Penyampaian statement itu termasuk bisa juga mempergunakan media: Suara / Sound.
Seperti yang pernah saya tuliskan sebelumnya, realitas dalam fotografi, sangatlah kompleks. Realitas tersebut sangat terkait dengan energi proyeksi cahaya (photon), yang meliputi 3 elemen besar, yakni: mata >< otak >< alat perekaman, yang saling terkait berkesinambungan. Dan dengan fotografi, semua itu sangat mudah didefinisikan bila kita menyempatkan diri untuk memperdalamnya dengan lebih detil. Dan ketika semua itu sudah bisa didefiniskan dengan lebih detil, maka saya sudah bisa menyebutkan ‘Fine Art of Photography‘ itu adalah Seni-nya Fotografi sendiri, dan dituliskan dengan: ‘Photographic Art‘ atau ‘Photo Art‘ atau Fotografi SeniFoto Seni. Ketika sampai pada penyebutan dengan ‘Foto Seni’ ini, saya bukan hanya membicarakan ‘hasil’ yang tercetak atau ditampilkan saja, namun keseluruhan imbas dan keilmuannya, baik secara Interpretasi, Apresiasi, maupun Ekspresi di dalamnya.
 
sumber : http://indrawidi0ekspresifoto.wordpress.com/2013/01/12/22-fine-art-of-photography-photographic-art-photo-art-photo-seni/

Definisi Fotografi

Sebelum lebih menjurus lagi ke Fotografi Fine Art's, aku mau ngupas sedikit tentang apa sih fotografi itu?

Definisi Fotografi 


Fotografi adalah proses pembuatan lukisan dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.


Prinsip fotografi adalah memokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium yang telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan menghailkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium pembiasan (selanjutnya disebut lensa).


Untuk menghasilkan ukuran cahaya yang tepat untuk menghasilkan bayangan, digunakan bantuan alat ukur lightmeter. Setelah mendapat ukuran cahaya yang tepat, seorang fotografer bisa mengatur cahaya tersebut dengan mengatur ASA (ISO Speed), diafragma (aperture), dan penggunaan filter.

my new post

helo, hola, hai :)
namaku Galuh Paramithasari, aku anak pertama dari 2 bersaudara. Aku lahir di Pasuruan, 9 Juli 1994. Saat ini aku sedang kuliah di Yogyakarta, tepatnya di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Fakultasku Fakultas Seni Media Rekam, Jurusanku Jurusan Fotografi. Ini blog ke duaku, sebelumnya aku udah punya blog sih, tapi blog yang sebelumnya itu nyeritain tentang ya ide ide yang mengganggu dalam otak. Untuk blog ini, aku mau khususin dan lebih lebih menjurus lagi ke dunia FOTOGRAFI, insyaallah akan bertema tentang fotografi fine art. Thank's ya udah baca, jangan lupa sering sering mampir. Sapa tau bakal ada ilmu yang kamu dapat dari blogku ini. See you :*